see no evil, hear no evil, say no evil

see no evil, hear no evil, say no evil
Tampilkan postingan dengan label Kajian Gender. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kajian Gender. Tampilkan semua postingan

Kamis, 27 Maret 2014

Imaji Gender Wanita Cina yang Indonesia

Imaji Gender Wanita Cina yang Indonesia

Oleh: Anne Shakka-136322013
 



Pengantar
Bertahun-tahun dalam hidup saya, Kartini menjadi suatu gambaran perempuan ideal yang didengung-dengungkan oleh banyak orang di sekitar saya. Gambaran untuk menjadi seorang ibu dan seorang istri yang baik. Suatu gambaran yang ternyata diwacanakan oleh negara seperti yang dikatakan Julia I. Suryakusuma dalam artikelnya Seks, Posisi Birokratis[1]. Dalam Artikel itu Julia menjelaskan bahwa negara ikut campur dan melembagakan seksualitas para pegawai negeri sipil dengan Peraturan Pemerintah no. 10 tahun 1983. Pembentukan dan penyebaran citra tersebut juga dilanggengkan dengan dibentuknya Darma Wanita dan PKK.

Senin, 17 Maret 2014

MENGAWINI KORBAN PEMERKOSAAN SEBAGAI JALAN DAMAI

MENGAWINI KORBAN PEMERKOSAAN SEBAGAI JALAN DAMAI

             NAMA MAHASISWA : EFRAIM MANGALUK
                  NIM    : 136322002
         DOSEN PENGAMPU  : Dr. KATRIN BANDEL


Pengantar

Akhir-akhir ini kekerasan seksual berupa pemerkosaan terhadap perempuan semakin marak. Hampir setiap hari terdapat liputan media tentang liputan pemerkosaan, bahkan pemerkosaan dengan kekerasan atau dengan tindak pidana lainnya. Permerkosaan rata-rata dilakukan oleh kaum laki-laki terhadap kaum perempuan. Jarang sekali – bukan tidak ada - kasus pemerkosaan yang dilakukan oleh perempuan terhadap laki-laki. Dalam kasus pemerkosaan, yang paling dirugikan sebenarnya adalah perempuan karena pemerkosaan berdampak dan dirasakan langsung oleh perempuan.
Dampak pemerkosaan bagi perempuan adalah dampak fisik, sosial, dan psikologis. Dampak fisik yang dialami adalah rusaknya alat kemaluan dan hilangnya keperawanan yang merupakan organ tubuh yang paling dilindungi oleh perempuan. Sedangkan dampak sosial yang dirasakan langsung oleh perempuan korban pemerkosaan adalah stereotype yang melekat di benak masyarakat adalah adanya anggapan bahwa perempuan korban pemerkosaan tidak berharga dan murahan. Dampak yang tidak kalah hebat yang dirasakan oleh perempuan korban pemerkosaan adalah dampak psikologis dan trauma pasca pemerkosaan.
Pada beberapa kasus pelaku korban pemerkosaan akan menempuh jalur perdamaian dengan jalan menikahi korbannya. Korban dan keluarganya dalam keadaan keterpaksaan tidak jarang akan menerima dalam keputusan pelaku untuk menikahi. Dalam kacamata gender, hal tersebut sangatlah tidak adil karena mendistorsi –terutama- nilai-nilai kebebasan yang melekat pada perepuan “korban perkosaan- sebagai manusia yang merdeka.