Ringkasan Buku Mythologies dari Roland Barthes
Bagian Myth Today
Oleh:
Anto, Hans, Koko
Mitos
sebagai Tipe Wicara (hlm. 109)
Mitos adalah suatu alat
komunikasi untuk menyampaikan suatu pesan. Mitos mempunyai cara tersendiri
dalam menyampaikan pesan sehingga tidak tergantung oleh objek. Caranya adalah
dengan menghadirkan mitos yang terlihat alamiah atau terjadi secara alami
sesuai dengan realitas yang ada. Segala sesuatu dapat menjadi objek mitos
karena segala sesuatu memiliki keterbukaan untuk dibicarakan dalam masyarakat.
Hanya saja semua objek tidak dapat diungkap secara bersamaan melainkan silih
berganti. Mitos memiliki landasan historis karena telah dipilih oleh sejarah
sebagai tipe wicara. Dan pada dasarnya mitos termasuk kedalam ilmu umum, yaitu semiologi.
Untuk memperjelas hubungan mitos dengan semiologi maka di bawah ini akan
dipaparkan mengenai mitos sebagai suatu sistem semiologi.
Mitos
sebagai Sistem Semiologi (Semiological system) (hlm. 111)
Semiologi adalah ilmu yang mempelajari tanda dan penanda.
Pertama kali istilah ini diungkapkan oleh Ferdinand de Saussure. Mitos termasuk
dalam wilayah semiologi, sebab mitos merupakan tipe wicara yang membahas
mengenai tanda. Dalam semiologi yang dianut oleh Ferdinand de Saussure ada dua
istilah di dalamnya yaitu signifier dan signified atau yang
disebut dengan penanda dan yang ditandakan (petanda). Hubungan keduanya
bersifat ekuivalen karena objek yang menjadi bagian dari kategori berlainan. Namun
menurut Barthes dalam semiologi terdapat tiga istilah yaitu signifier,
signified, dan sign atau penanda, petanda, dan tanda. Ketiganya
memiliki implikasi fungsional yang erat serta berperan penting dalam
menganalisa mitos sebagai bentuk semiologi. Ketiga hal ini sebenarnya hanyalah
formalitas sebab intinya akan berbeda seperti pada Saussure petanda adalah
konsep, sedangkan penanda adalah gambaran akustik dan tanda adalah hubungan
konsep dan citra. Dalam mitos ditemukan tiga istilah tersebut, namun mitos
adalah suatu sistem khusus yang terbangun dari serangkaian rantai semiologis
yang ada sebelumnya. Mitos adalah sistem semiologis tingkat kedua. Tanda pada
sistem pertama, menjadi penanda pada sistem kedua. Dalam
mitos terdapat dua sistem semiologis yaitu linguistik yang disebut sebagai
bahasa objek dan mitos disebut dengan metabahasa. Untuk lebih memperjelasnya
akan digunakan tabel sebagai berikut:
Dalam mitos, penanda dapat dilihat dari dua sudut pandang:
sebagai istilah akhir sistem linguistik atau sebagai istilah pertama dari
sistem mitis. Dalam taraf bahasa disebut penanda makna dan pada
tingkat mitos disebut dengan bentuk. Adapun dalam petanda, tidak
mungkin ada ambiguitas sehingga digunakan nama konsep. Kemudian
dalam tingkat ketiga yang merupakan korelasi dari keduanya dalam sistem
linguistik disebut dengan tanda namun kata ini tidak dapat
dipakai tanpa ambiguitas, karena dalam mitos penanda telah dibentuk oleh
beberapa tanda bahasa. Istilah ketiga ini disebut dengan pemaknaan.
Kata ini digunakan, sebab mitos dalam kenyatannya mempunyai fungsi
ganda. Mitos dapat menunjukkan dan memberitahu, membuat kita dapat memahami
suatu hal dan membebani kita dengan suatu hal yang lain.
Bentuk (The Form)
Dalam mitos penanda (signifier) bersifat ambigu
karena penanda itu adalah makna sekaligus bentuk. Penanda ini memiliki realitas
sensorik, di mana di dalamnya terdapat nilai tersendiri yang bersifat historis.
Ketika penanda menjadi makna, terbentuk suatu pemaknaan yang memenuhi dirinya
asalkan mitos tidak tergantung dan menjadikannya sebagai bentuk yang kosong dan
parasitis. Kemudian saat menjadi bentuk, mitos meninggalkan kemungkinan makna
yang mengitarinya sehingga menghasilkan kekosongan, kemiskinan, penguapan
sejarah, dan yang disisakan hanya huruf-huruf.
Pada dasarnya bentuk tidaklah menyembunyikan makna, hanya saja ia
memiskinkan makna yang menempatkannya pada jarak tertentu, dan bentuk juga
memiliki makna yang telah siap untuk digunakan. Intinya, makna tidak akan
sirna, hanya saja ia menjaga dirinya dengan menggunakan bentuk dalam mitos,
karena makna selalu ada untuk bentuk. Contoh sederhana dari bentuk adalah bunga
mawar merah sebagai ungkapan cinta.
Konsep (The Concept)
Konsep adalah petanda (signified)
dari mitos yang bersifat historis sekaligus intensional. Konsep adalah suatu
motivasi yang mengakibatkan terungkapnya mitos, ia tidak abstrak, digunakan
sebagai alat menempatkan sejarah dalam mitos. Konsep memiliki suatu
kecenderungan karena terkait dengan suatu fungsi. Ia juga masih menampung
penanda, akan tetapi lebih miskin dari penanda karena petanda kerap menghadirkan
dirinya kembali.
Bentuk dan konsep memliki perbandingan terbalik dalam hal kekayaan dan
kemiskinan makna.
to the qualitative proverty of the form, which is the repository of a
rarefied meaning, there corresponds the richness of the concept if the open of
the whole history; and to the quantitative abudance of the forms there
corresponds a small number of concept (Mythologies:120)
Kemiskinan bentuk secara kualitatif yang kandungan maknanya dikurangi
sejalan dengan konsep yang memiliki keterbukaan terhadap sejarah, dan secara
kualitatif bentuk sejalan dengan sedikitnya jumlah konsep
Dalam konsep tidak ada rasio antara isi dari petanda dan penanda. Pada
bahasa rasio berbanding lurus sehingga memiliki kesatuan yang nyata. Sedangkan
pada mitos, konsep dapat tersebar keseluruh penanda. Konsep mitis tidak
memiliki kepastian, ia bisa berwujud, tercerai berai lalu menghilang. Hal ini
dikarenakan konsep bersifat historis sehingga dapat dikubur dengan mudah oleh
sejarah begitu saja. Ketidakstabilan ini memaksa mitolog untuk menggunakan
terminologi yang telah disesuaikan dengannya. Konsep adalah unsur yang
membentuk mitos, di mana sebelum kita ingin menguraikan mitos kita juga harus
bisa memberi nama sejumlah konsep. Contoh: mawar sebagai ungkapan cinta kemudian
diberikan dari seorang pria kepada seorang gadis. Mawar adalah bentuk dan
konsepnya adalah diberikan dari seorang pria kepada seorang gadis.
Pemaknaan (The Signification)
Pemaknaan adalah tanda (sign) dalam semiologi Roland Barthes
merupakan gabungan dari penanda dan petanda (bentuk dan konsep) yang disajikan
secara utuh sesuai dengan fakta aktual. Untuk melangkah menuju pemaknaan
diperlukan refleksi antara bentuk dan konsep. Pertama yaitu memeriksa bahwa
bentuk dan konsep benar-benar nyata dalam mitos. Keduanya tidak ada yang
tersembunyi sehingga mitos tidak menyembunyikan apapun, tujuannya adalah untuk
mendistorsi bukan untuk menghilangkan makna. Dalam linguistik pemaknaan atau meaning
bersifat arbitrer, namun terbatas. Dalam mitos pemaknaan (signification)
tidak bersifat arbitrer, sebab sebagian dari pemaknaan didorong oleh suatu
motivasi yang mengakibatkan mitos mengandung analogi. Analogi yang dimaksud
adalah antara makna dan bentuk yang termotivasi.
Mitos merupakan sistem ideografis murni, di mana beberapa bentuknya masih
termotivasi oleh konsep yang mereka hadirkan meskipun dalam jangka panjang
belum mencakup kehadiran kemungkinan-kemungkinan lain. Dan saat historis
ideograf meninggalkan konsep secara perlahan-lahan dan terasosiasikan dengan
bunyi, maka perkembangannya semakin lama semakin kurang motivasi. Ini
mengakibatkan mitos menjadi usang yang ditengarai dengan kesewenang-wenangan
pemaknaannya.
Sebagai contohnya, meneruskan contoh dari bentuk dan konsep, yaitu mawar
merah sebagai ungkapan cinta diberikan dari seorang pria kepada seorang gadis.
Yang dimaksud dengan pemaknaan adalah bunga mawar yang diberikan kepada gadis
itu adalah tanda jika pria tersebut cinta terhadap sang gadis.
Pembacaan dan Penguraian Mitos
Dalam Mythologies, Barthes mengemukakan cara pembacaan dan
penguraian mitos yang dibagi kedalam tiga bagian:
1. Fokus pada penanda kosong
Tipe pembacaan ini adalah
dengan membiarkan konsep
mengisi bentuk mitos tanpa ambiguitas atau menyampaikan dengan gamblang
maksud dari suatu mitos. Dari contoh bunga mawar merah maka pembaca mitos
memusatkan pembacaannya pada bunga mawar merah sebagai tanda cinta.
2. Fokus pada penanda penuh
Pembacaan ini membedakan
antara makna dari bentuk,
dengan kata lain membuka mitos sesuai dengan maksud yang sebenarnya. Pembacaan
seperti ini mengakibatkan adanya distorsi terhadap pihak lain sehingga pembaca
melepaskan pemaknaan mitis dan menerima penipuan. Mengikuti contoh bunga mawar
maka pembaca mitos memfokuskan pembacaannya pada pemberian bunga mawar merah dari
seorang pria kepada seorang gadis.
3. Fokus pada penanda mitis
Pembacaan tipe ini adalah
pembacaan yang menerima makna ambigu dari penggabungan antara makna dan bentuk.
Tipe yang ketiga memungkinkan untuk pembaca memaknai mitos sesuai kemampuan
dirinya. Melanjutkan contoh bunga mawar maka penanda ditingkat ini adalah
penanda mitis, sehingga pembaca memaknai jika bunga mawar diberikan dari
seorang pria kepada seorang gadis maka pembaca dapat memaknai bahwa sang pria
cinta terhadap sang gadis ataupun yang lain sesuai dengan penafsiran si
pembaca.
Untuk mempelajari mitos dalam sejarah secara umum yang memiliki hubungan
dengan masyarakat maka pembaca harus menempatkan dirinya dalam pembacaan
tingkat ketiga. Hal ini dilakukan agar pembaca menggunakan kemampuan dalam
dirinya untuk menelaah mitos. Bagaimana ia dapat menerima mitos tersebut? Bila
dia menerimanya secara naïf, lalu apa tujuan ditawarkannya mitos tersebut
kepadanya? Dan seandainya ia membaca mitos menggunakan kekuatan refleksinya,
seperti seorang mitolog, alibi mana yang akan dihadirkan menjadi sesuatu yang
penting? Menurut Barthes ini hanyalah dilema palsu, menurutnya mitos tak
menyembunyikan apapun dan tak memamerkan apapun: ia hanya mendistorsi; mitos
bukanlah suatu dosa atau pengakuan ia hanyalah sebuah infeksi. Ketika
ditempatkan dalam dilemma tersebut mitos menemukan jalan ketiga dan akhirnya
akan menuju pada prinsip dasar mitos yang mengubah sejarah menjadi sesuatu yang
alamiah (mengubah sesuatu yang sengaja dibuat dalam sejarah menjadi sesuatu yang
diyakini terjadi secara alamiah).
Wicara yang Didepolitisasi (Depoliticized Speech) (hlm. 142)
Dalam semiologi mitis kalangan masyarakat borjuis menganggap mitos adalah
wicara yang didepolitisasi. Maksud dari depolitisasi adalah dalam mitos dilepaskan dari
hal-hal yang bersifat/berbau politis. Oleh karena itu mitos membicarakan
berbagai hal kemudian membuat hal-hal itu menjadi sesuatu yang alamiah dan
bersifat abadi. Akan tetapi, mitos tidak selalu menjadi wicara yang
didepolitisasi karena seperti dalam teori Marx:
“that the most natural object contains a political trace, however faint
and deluted, the more or less memorable presence of the human act which has
produced, fitted up, used, subjected or rejected” (Barthes:143)
objek yang sangat natural sekalipun memuat jejak politik, walaupun lemah
dan cair, kurang atau lebih menghadirkan tindakan manusia yang telah
menghasilkan, memperbaiki, menggunakan, menundukkan atau menolaknya
Depolitisasi yang dibentuk oleh mitos sering menyinggung sesuatu yang telah
dinaturalisasi. Ada dua tipe mitos: mitos yang kuat dan mitos yang lemah. Pada tipe yang pertama, kuantum politik ada di
titik antara, depolitisasinya bersifat kasar atau mendadak.
Tipe kedua, kualitas politisnya telah luntur seperti halnya warna, namun
sesuatu yang amat halus bisa mengembalikan kekuatannya secara brutal. Hal ini memperlihatkan
bahwa metabahasa membentuk suatu perlindungan terhadap mitos. Sebab dengan mitos, manusia memiliki
hubungan berdasarkan manfaat bukan atas kebenaran.
Mitos Aliran
Kiri (Myth of the Left) (hlm. 145)
Karena mitos ada yang
didepolitisasi maka ada tipe mitos yang bersifat politis. Mitos ini biasanya
digunakan oleh kaum proletar (kelas bawah bisa disebut juga kaum buruh)
berbentuk bahasa politis yang digunakan untuk menciptakan dunia. Sayap mitos
ini tercipta ketika makna menggunakan kedok dengan menyembunyikan namanya yang
menghasilkan metabahasa yang naif sehingga mendistorsi dirinya sebagai sesuatu
yang alamiah.
Mitos ini sangat miskin
karena tidak mengetahui bagaimana cara agar bisa berkembang. Ia merupakan mitos
kaum tertindas yang berusaha mencipta dunia dengan tujuan untuk melakukan
transformasi. Ini adalah suatu bentuk bahasa yang bersifat politis, akan tetapi
mitos ini tidak dapat berkembang secara luas seperti yang dilakukan mitos
sebelumnya. Hal tersebut dikarenakan mitos yang dimunculkan tidak cukup kuat
untuk melawan mitos yang ada.
Mitos Aliran Kanan (Myth on the Right) (hlm. 148)
Mitos ini sering digunakan
oleh kaum borjuis untuk mengabadikan kekuasaan. Mitos ini pada dasarnya berisi
tentang hal-hal yang bersifat esensial dan memanfaatkan segala sesuatu untuk
menjaga kekuasaan borjuis. Kaum borjuis ingin menjaga realitasnya dengan
menciptakan mitos. Borjuis disini disebut oleh Barthes sebagai penindas yang
memiliki segala-galanya dan memiliki hak istimewa atas meta-bahasa. Adapun
ciri-cirinya adalah imunisasi, privatisasi sejarah, identifikasi, tautologi, neither-norisme,
kuantifikasi kualitas, pernyataan tentang fakta.
1. Imunisasi (The Inaculation),
penerimaan atas kejahatan dari suatu institusi yang terikat kelas yang
lebih baik dalam menyembunyikan kejahatan utamanya. Seseorang mengimunisasi
kandungan imajinasi kolektif dengan alat suntik kecil kejahatan yang diakui,
sehingga orang tersebut melindunginya agar tidak menghadapi resiko berupa
subversi yang digeneralisasikan. Lantas kebaikan borjuis tidak berkompromi
dengan apa pun, ia menjadi luwes kembali karena aliran imunisasi ini dapat
dicontohkan dengan tindakan.
2. Privatisasi Sejarah (The Privatization of History),
di mana mitos menghilangkan sejumlah objek yang membicarakan keseluruhan
sejarah agar pembaca mitos memaknainya sesuai dengan keinginan pencipta mitos.
3.
Identifikasi
4.
Tautologi
5.
Bukan ini dan bukan itu (Neither-Norism)
6.
Kuantifikasi dari kualitas
7. Pernyataan tentang Fakta (The Statement of Fact),
Mitos cenderung mengarah kepada peribahasa. Ideologi borjuis menanamkan
modal ke dalam cirinya yang sangat terikat kepada esensi. Disini mitos
menaturalisasikan pesan sehingga kita dapat menerimanya sebagai kebenaran yang
tak perlu untuk diperdebatkan lagi.
Ciri-ciri tersebut kemudian oleh Barthes dibagi menjadi dua kategori besar
yaitu esensi dan skala. Ideologi borjuis secara terus menerus
mentransformasikan produk sejarah menjadi tipe-tipe esensial. Pada dasarnya
moralitas borjuis bisa menjadi proses pertimbangan, esensi akan ditempatkan
pada skala di mana orang borjuis akan tetap menjadi cahaya yang tak pernah
bergerak.
Beberapa Catatan
Mitos adalah tipe wicara baru
yang fungsinya mendistorsi, mendeforma, menaturalisasi, dan menghistorisasi.
Barthes mengungkapkan teori ini untuk melakukan kritik terhadap ideologi media
masa. Mitos sendiri terdiri dari tiga bentuk yaitu penanda, petanda, tanda.
Namun Barthes memakai istilah lain untuk tiga hal ini yaitu bentuk, konsep, dan
pemaknaan.
Pemikiran Roland Barthes
mengenai mitos, memungkinkan pembaca menganalisa mitos secara sinkronik dan
diakronik. Yang dimaksud dengan sinkronik di sini adalah makna terantuk pada
suatu sejarah dan seolah terhenti di situ. Hal ini memungkinkan dilakukannya
pencarian pola-pola tersembunyi yang ada dalam teks. Kemudian diakronik, ini
memungkinkan untuk melihat kapan, di mana, dan dalam lingkungan apa sebuah
sistem mitis dipergunakan. Mitos yang di pilih diadopsi dari masa lampau yang
sudah jauh dari dunia pembaca namun juga dapat dilihat dari mitos kemarin sore
yang akan menjadi founding perspective histories.
Pada dasarnya mitos
diciptakan oleh para borjuis untuk melanggengkan kekuasaanya terhadap kaum
proletar. Yang jumlahnya lebih banyak agar harta para borjuis itu tidak
berkurang, bahkan kalau bisa tetap bertambah. Walaupun para kaum borjuis ini
mau bergaul ataupun hidup layaknya rakyat biasa namun tetap saja mereka
mempunyai hak eksklusif yang tidak dimiliki oleh rakyat biasa. Dari tindakan
borjuis tersebut, menurut penulis dapat diartikan sebagai tindakan dari
penguasa yang ingin melanggengkan kekuasaannya dengan cara mendekati rakyat
biasa. akan tetapi tetap saja mereka memberi jarak agar kekuasaannya tetap
terjaga. Hal tersebut dapat dikatakan sebagai pemanfaatan rakyat untuk
kepentingan kekuasaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar